Sekilas Wawasan (saya copy ulang dari Muhammad Ma'ruf)
PENYELEWENGAN ORIENTASI TASAWWUF
Irfan adalah dimensi esoteris (batin) ajaran Islam yang bersumber dari
Al-Quran dan Hadist. Dalam tradisi di Indonesia biasanya disebut dengan
ilmu Tasawuf atau Mistisisme. Tradisi ini marak diprakekkan dalam
berbagai aliran tarekat atau amalan-amalan komunitas tertentu. Biasanya
ajaran tasawuf lebih banyak dipraktekkan dibanding diwacanakan oleh
kalangan tradisi NU, ataupun tradisi Islam lain yang terkadang menyatu
dengan budaya lokal. Tasawuf seringkali dicap oleh kelompok tertentu
sebagai bidah ataupun khurafat.
Kemudian timbul pertanyaan, apa ukuran tasawuf dikategorikan menyimpang
atau tidak, benarkan ada tasawuf yang ajarannya menyimpang? Bukankan
tasawuf adalah ajaran yang pada dasarnya sudah benar. Beberapa waktu
lalu saya menemukan makalah unik dari Prof. Dr. Sayyed Hoseini Kouhsari,
Direktur ICAS-Jakarta. Menariknya, makalah ini mencoba mengidentifikasi
substansi tasawuf Islam dengan cara meneliti penyimpangan-penyimpangan
yang terjadi dalam berbagai aliran Mistisisme, baik di masa lalu maupun
masa modern. Pelajaran yang bisa dipetik bagi pelaku tasawuf adalah bisa
untuk mengidentifikasi apakah kita atau orang di sekitar kita sudah
dalam "track" tasawuf yang benar. Beberapa temuan penyimpangan berhasil
diidentifikasi oleh Sayyed Kouhsari di antaranya;
1. Mistisisme tanpa Tuhan
Aliran ini mengindentifikasi sebagai Mistisisme akan tetapi tidak
mempunyai keyakinan terhadap Tuhan. Termasuk kategori ini adalah
Mistisisme yang meyakini Tuhan tetapi dalam prespektif yang salah.
Mistisime ini telah kehilangan iman pada Allah, artinya kehilangan
fondasi pokok agama sehingga masuk daftar mistisisme yang menyimpang.
2. Mistisisme Natural
Mistisisme ini menganggap alam telah menggantikan Tuhan. Kelompok ini
berkembang di Barat yang terkadang membawa pengaruh ke dalam syair, film
dan novel. Kelompok ini biasanya memuja dan memuji alam. Alam adalah
tujuan final pencarian mereka.
3. Mistisisme Panteisme
Mistisme ini menganggap alam=Tuhan dan Tuhan=alam. Meski secara
lahiriah alam itu bukan Tuhan tetapi jika menempuh jalan spiritual, maka
mereka mengklaim alam itu adalah Tuhan sendiri. Dalam tradisi filsafat
Barat, pencetusnya adalah Spinoza, yang tekenal dengan aliran monisme.
Sebagian kalangan menganggap panteisme sama dengan wahdatul wujud.
4. Mistisisme non-Tauhid
Mistisisme ini meniscayakan Tuhan yang banyak, karena secara teologis
menisbahkan sifat-sifat Tuhan yang banyak kepada zat-Nya. Fenomena ini
juga terdapat dalam doktrin trinitas Kristen. Termasuk juga dalam
kalangan Islam terjadi jika, pelaku suluk mendewakan peran seorang
mursyid yang wajib ditaati. Posisi "Qutb" diletakan di atas syariat.
Juga termasuk sufi yang hanya fokus pada Tuhan dan mengabaikan peran
Rasulullah Saw dan para wali.
5. Mistisisme tanpa Agama
Fenomena ini ada jika seorang sufi mengabaikan peran wahyu, Al-Quran
dan sunnah. Mereka mengingkari kenabian dan mengandalkan akal sebagi
alat untuk memilah masalah yang maslahat dan yang mafsadat. Termasuk
paham deisme di Barat yang menganggap Tuhan berhenti bertugas setelah
menciptakan alam semesta. Nasib alam kemudian bergantung pada hukum
alam.
6. Mistisme tanpa Akal
Kelompok ini menganggap akal tidak sejalan dengan mistisisme.
Mistisisme yang benar adalah akal dapat menjustifikasi kebenaran
Mistisisme. Akal bernilai dan penting, karena tanpa akal tidak tercapai
sebuah pengetahuan.
7. Mistisisme tanpa Kehidupan Sosial
Kelompok ini biasanya mengisolasi hidupnya dari masyarakat sosial.
Pengikut aliran ini menganggap puncak pencapaian spiritual akhir ketika
mereka hanya bersama Tuhan minus masyarakat.
8. Mistisisme tanpa Ahlak
Kelompok ini menganggap diri mereka dan Tuhan saja yang ada. Mereka
mendahulukan hubungan vertikal dengan menghancurkan hubungan horizontal.
Sufi jenis ini hanya ingin menyempurnakan kualitas hubungan dengan
Tuhan saja dan absen menyempurnakan ahlak terhadap sesama.
Pedoman Tasawuf
Kesembilan identifikasi mistisisme yang menyimpang ini dapat kita
jadikan pedoman atau rambu-rambu untuk mengukur seberapa besar kadar
kualitas sebuah ajaran tasawuf yang benar secara teoritis. Bagi pelaku
suluk (pejalan spiritual) dapat menjadi pembanding dan refleksi, siapa
tahu yang sudah "kadung" kita yakini sebagai hal yang benar ternyata
masih menyimpang. Gejala menyimpang ini sebenarnya banyak kita temukan
dalam masyarakat; sufi yang mengisolasi diri dari masyarakat, sufi yang
gagal memisahkan alam dan Tuhan, sufi yang masih kacau pemahamannya
antara zat dan sifat Tuhan, sufi yang anti syariat, dan sufi yang
kehilangan Iman pada Tuhan. Semoga saja kita masuk kategori tasawuf yang
secara teori benar sehingga dapat menjadi pesuluk sejati. (IRIB
Indonesia/PH)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar